Anak Agung Bagus Sutedja - Gubernur Bali Pertama Yang Hilang Misterius
Denpasar. Anak Agung Bagus Sutedja (1923 - 1966) merupakan Gubernur Bali yang pertama, ditunjuk oleh mantan Presiden Sukarno tahun 1958 saat Bali menjadi sebuah propinsi. Sutedja merupakan putra dari Raja terakhir Jembrana, Anak Agung Bagus Negara.
Pertama kali menjabat pada tahun 1950 sampai 1958, diangkat berdasarkan keputusan Dewan Pemerintahan Daerah sebagai pemimpin badan eksekutif Bali. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara (DPRDS) menggantikan wewenang Paruman Agung yang terdiri dari wakil-wakil delapan kerajaan di Bali sebagai badan legislatif.
Setelah sempat diselingi oleh I Gusti Bagus Oka sebagai Pejabat Sementara Kepala Daerah Bali pada tahun 1958 sampai 1959, ia kembali terpilih pada bulan Desember 1959 sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali. Masa jabatannya yang kedua berakhir beberapa bulan setelah terjadinya G30S/PKI tahun 1965. Selanjutnya ia digantikan oleh I Gusti Putu Martha.
Anak Agung Bagus Sutedja menghilang secara misterius pada tanggal 29 Juli 1966 di Jakarta. Ia diperkirakan menjadi korban penculikan politik yang terjadi pada masa itu.
Hilangnya putra Jembrana ini menimbulkan banyak spekulasi. Ada yang menyatakan, Sutedja tewas akibat dari konspirasi politik, namun ada juga yang menafsir ia pergi ke luar negeri karena dikait-kaitkan dengan tragedi berdarah 1965.
Pada masa-masa 1950-an, Sutedja dikenal dekat dengan mantan Presiden RI Soekarno. Anak Agung Istri Ngurah Sunitri (82), istri dari Sutedja pernah menyatakan, ia dan suaminya sering mendampingi Soekarno saat berkunjung ke Istana Tampaksiring dalam kegiatan kedinasan.
Pada tahun 1965-an Soekarno sering berkunjung ke Istana Tampaksiring. Saat datang ke istana ini, Soekarno sering mengajak Megawati.
Hingga kini misteri masih tetap menyelimuti hilangnya AA Bagus Sutedja. Walaupun sudah dipelebon yang artinya sudah diakui meninggal dunia, penyebab kematiannya belum bisa diungkapkan dengan jelas.
Spekulasi terbesar yang beredar, Sutedja turut menjadi korban ‘pembersihan’ pasca G30S PKI karena dianggap dekat dengan Bung Karno. Dari kalangan yang tua-tua yang pernah merasakan pemerintahan Sutedja hanya kenangan yang bisa dilontarkan.
Beberapa kalangana menilai, Sutedja kala itu cukup bagus dalam memimpin Bali. Di masanya, kondisi politik Indonesia memang sedang memanas. Di Bali saat itu ada 2 partai besar yaitu PKI dan PNI. Menurut Sunitri, terhadap parpol ini suaminya berusaha tidak memihak ke mana pun.
Sebagai Gubernur Bali, waktu itu Sutedja diminta untuk tenang oleh Bung Karno pasca tragedi 1965. Tapi, 2 Desember 1965, Puri Negara mulai diusik dengan perusakan yang dilakukan ratusan massa. Perusakan tersebut dilakukan dengan tuduhan Puri Negara terlibat G30S PKI.
Mendapatkan kabar ini Bung Karno segera memanggil Sutedja ke Jakarta, 3 Desember 1965. Hingga menghilang pada tanggal 29 Juli 1966, Sutedja masih di Jakarta dan tinggal di Komplek Senayan Nomer 261/262.
Menurut keterangan AA Gede Agung, putra sulung dari Sutedja, tanggal 29 Juli 1966 sekitar pukul 09.00 Sutedja dijemput 4 orang berseragam militer dengan menggunakan mobil Nissan. Sutedja diminta datang ke SKOGAR di Merdeka Barat. Menurut Gede Agung, tanpa kecurigaan sedikit pun ayahnya memenuhi panggilan ini.
Saat sore menjelang tanpa ada kabar, ibunya Anak Agung Istri Ngurah Sunitri gelisah dan mendatangi markas SKOGAR. Di sini ia mendapatkan jawaban, tidak ada yang menjemput atau memerintahkan Sutedja untuk datang ke SKOGAR. Mendapati jawaban ini, Sunitri langsung melapor ke Mendagri. Proses pencarian yang dilakukan sia-sia. Nasib Sutedja tidak jelas diketahui.
Pencarian yang dilakukan keluarga Puri Negara terus berlanjut dari hilangnya sampai masa pemerintahan Soeharto hingga Megawati. Pencarian panjang ini akhirnya ditutup dengan upacara pelebon pada 23 Juli 2006 lalu. Upacara ini dilakukan setelah keluarga puri mendapatkan pawisik (petunjuk gaib).
(litbang bbcom/wikipedia/berbagai sumber)