Kertagosa
Sebagai bekas kerajaan, wajar jika Klungkung mempunyai banyak peninggalan yang saat ini menjadi objek wisata. Salah satunya adalah Taman Gili Kerta Gosa, peninggalan budaya kraton Semarapura Klungkung. Kerta Gosa adalah suatu bangunan (bale) yang merupakan bagian dari bangunan komplek kraton Semarapura dan telah dibangun sekitar tahun 1686 oleh peletak dasar kekuasaan dan pemegang tahta pertama kerajaan Klungkung yaitu Ida I Dewa Agung Jambe.
Kerta Gosa terdiri dari dua buah bangunan (bale) yaitu Bale akerta Gosa dan Bale Kambang. Disebut Bale Kambang karena bangunan ini dikelilingi kolam yaitu Taman Gili. Keunikan Kerta Gosa dengan Bale Kambang ini adalah pada permukan plafon atau langit-langit bale ini dihiasi dengan lukisan tradisional gaya Kamasan (sebuah desa di Klungkung) atau gaya wayang yang sangat populer di kalangan masyarakat Bali. Pada awalnya, lukisan yang menghiasi langit-langit bangunan itu terbuat dari kain dan parba. Baru sejak tahun 1930 diganti dan dibuat di atas eternit lalu direstorasi sesuai dengan gambar aslinya dan masih utuh hingga sekarang. Sebagai peninggalan budaya Kraton Semarapura, Kerta Gosa dan Bale Kambang difungsikan untuk tempat mengadili perkara dan tempat upacara keagamaan terutama yadnya yaitu potong gigi (mepandes) bagai putra-putri raja.
Fungsi dari kedua bangunan terkait erat dengan fungsi pendidikan lewat lukisan-lukisan wayang yang dipaparkan pada langit-langit bangunan. Sebab, lukisan-lukisan tersebut merupakan rangkaian dari suatu cerita yang mengambil tema pokok parwa yaitu Swargarokanaparwa dan Bima Swarga yang memberi petunjuk hukuman karma phala (akibat dari baik-buruknya perbuatan yang dilakukan manusia selama hidupnya) serta penitisan kembali ke dunia karena perbuatan dan dosa-dosanya. Karenanya tak salah jika dikatakan bahwa secara psikologis, tema-tema lukisan yang menghiasi langit-langit bangunan Kerta Gosa memuat nilai-nilai pendidikan mental dan spiritual. Lukisan dibagi menjadi enam deretan yang bertingkat.
Deretan paling bawah menggambarkan tema yang berasal dari ceritera Tantri. Dereta kedua dari bawah menggambarkan tema dari cerita Bimaswarga dalam Swargarakanaparwa. Deretan selanjutnya bertemakan cerita Bagawan Kasyapa. Deretan keempat mengambil tema Palalindon yaitu ciri atau arti dan makna terjadinya gempa bumi secara mitologis. Lanjutan cerita yang diambil dari tema Bimaswarga terlukiskan pada deretan kelima yang letaknya sudah hampir pada kerucut langit-langit bangunan. Di deretan terakhir atau keenam ditempati oleh gambaran tentang kehidupan nirwana. Selain di langit-langit bangunan Kerta Gosa, lukisan wayang juga menghiasi langit-langit bangunan di sebelah barat Kerta Gosa yaitu Bale Kambang. Pada langit-langit Bale Kambang ini lukisan wayang mengambil tema yang berasal dari cerita Kakawin Ramayana dan Sutasoma.
Pengambilan tema yanga berasal dari kakawin ini memberi petunjuk bahwa fungsi bangunan Bale Kambang merupakan tempat diselenggarakannya upacara keagamaan Manusa Yadnya yaitu potong gigi putra-putri raja di Klungkung. Daya tarik dari Kerta Gosa selain lukisan tradisional gaya Kamasan di Bale Kerta Gosa dan Bale Kambang, peninggalan penting lainnya yang masih berada di sekitarnya dan tak dapat dipisahkan dari segi nilai sejarahnya adalah pemedal agung (pintu gerbang/ gapura). Pemedal Agung terletak di sebelah barat Kerta Gosa yang sangat memancarkan nilai peninggalan budaya kraton. Pada Pemedal Agung ini terkandung pula nilai seni arsitektur tradisional Bali. Gapura inilah yang pernah berfungsi sebagi penopang mekanisme kekuasaan pemegang tahta (Dewa Agung) di Klungkung selama lebih dari 200 tahun (1686-1908).
Pada peristiwa perang melawan ekspedisi militer Belanda yang dikenal sebagai peristiwa Puputan Klungkung pada tanggal 28 April 1908, pemegang tahta terakhir Dewa Agung Jambe dan pengikutnya gugur. (Rekaman peristiwa ini kini diabadikan dalam monumen Puputan Klungkung yang terletak di seberang Kerta Gosa). Setelah kekalahan tersebut bangunan inti Kraton Semarapura (jeroan) dihancurkan dan dijadikan tempat pemukiman penduduk. Puing tertinggi yang masih tersisa adalah Kerta Gosa, Bale Kambang dengan Taman Gili-nya dan Gapura Kraton yang ternyata menjadi objek yang sangat menarik baik dari sisi pariwisata maupun kebudayaan terutama kajian historisnya.
Kerta Gosa ternyata juga pernah difungsikan sebagai balai sidang pengadilan yaitu selama berlangsungnya birokrasi kolonial Belanda di Klungkung (1908-1942) dan sejak diangkatnya pejabat pribumi menjadi kepala daerah kerajaan di Klungkung (Ida I Dewa Agung Negara Klungkung) pada tahun 1929. Bahkan, bekas perlengkapan pengadilan berupa kursi dan meja kayu yang memakai ukiran dan cat prade masih ada. Benda-benda itu merupakan bukti-bukti peninggalan lembaga pengadilan adat tradisional seperti yang pernah berlaku di Klungkung dalam periode kolonial (1908-1942) dan periode pendudukan Jepang (1043-1945). Pada tahun 1930, pernah dilakukan restorasi terhadap lukisan wayang yang terdapat di Kerta Gosa dan Bale Kambang oleh para seniman lukis dari Kamasan. Restorasi lukisan terakhir dilakukan pada tahun 1960.
Obyek wisata Kertha Gosa dan Taman Gili (Balai Kambang) pada jaman dahulu merupakan bagian dari puri Semarapura Kerajaan Klungkung yang dibangun pada abad 17. di sebelah barat bangunan ini terdapat sebuah pintu gerbang yang dikenal dengan nama Pemedal Agung adalah merupakan pintu gerbang utama puri Semarapura tersebut.
Ketiga bangunan bersejarah ini berada dalam satu areal yang terletak di jantung kota Semarapura, 40 Km sebelah timur kota Denpasar dan kalau kendaraan dari Denpasar akan menghabiskan waktu kira-kira 1 jam. Dilalui oleh jalur lalu lintas perjalanan wisatawan menuju Besakih, Goa Lawah, Candi Dasa dan dari obyek wisata Kertha Gosa/Taman Gili dapat dilanjutkan ke Desa Wisata Kamasan yang terletak 2 Km ke arah selatan dengan lama jarak tempuh 15 menit, disana terkenal dengan kerajinan perak, ukiran klongsong peluru, emas dan lukisan wayang tradisional.
Disamping itu di sebelah timur kertha gosa/Taman Gili tersedia fasilitas-fasilitas lainnya seperti : parkir, pasar, toko-toko souvernir, kantor telpon, Money Changer dan sebagainya. Di sebelah utaranya berdiri Monumen Puputan Klungkung dan kantor-kantor pemerintah.
Adapun fungsi Kertha Gosa pada jaman kerajaan adalah sebagai tempat berlangsungnya sidang Raja-raja di Bali, namun setelah kerajaan Klungkung jatuh akibat perang puputan Klungkung pada tanggal 28 April 1908, maka Kertha Gosa tidak lagi berfungsi sebagai tempat sidang Raja-raja, tetapi berfungsi sebagai Pengadilan Adat dan Agama. Pada Balai ini terdapat sebuah meja berukir keemasan dan 6 (enam) buah kursi. Pada kursi yang lengannya bertanda singa adalah tempat duduknya Regen (Raja) yang bertindak selaku Hakim Ketua. Kursi yang berlengan lembu adalah tempat duduknya Pendeta sebagai Ahli Hukum serta penasehat Raja di dalam mengambil keputusan. Dan Kursi yang berlambangkan Naga adalah tempat duduknya para Kanca sebagai Panitera. Sedangkan orang-orang yang hendak diadili baik sebagai tergugat maupun penggugat duduk dilantai bersila dalam laku dan sikap santun. Benda-benda tersebut sampai saat ini masih dilestarikan. Sedangkan Taman Gili juga dikenal dengan nama Balai Kambang yang dikelilingi kolam berbunga teratai, melukiskan suatu pulau keindahan dikitari samudera , berfungsi sebagai tempat menjamu tamu-tamu penting yang datang menghadap raja.
Daya tarik khas ketiga bangunan ini ialah karena sebagai peninggalan bersejarah dari kerajaan Klungkung dengan ornamen ukiran-ukirannya yang indah mengagumkan. Selain itu pada bangunan Kerta Gosa dan Taman Gili, pada langit atapnya dihiasi lukisan tradisional Kamasan yang amat artistik, menggambarkan filosofi kebudayaan Hindu. Disamping itu pula Taman Gili/Balai Kambang sebagai satu bangunan beraksitetur tradisional Bali didirikan diatas alas kura-kura raksasa yang disebelah timurnya, diatas tembok kolam yang mengelilinginya berderet patung –patung para Dewata di satu pihak dan para raksasa di pihak lain, masing-masing Kelompok berusaha mendapatkan Amertha Penyubur Kehidupan. Kisah ini sebenarnya merupakan kisah simbolik tentang upaya penstabilan dunia dengan segala kehidupan di atasnya.
Sumber : baliterkini.wordpress.com